BARITO KUALA - Perusahaan Besar Swasta (PBS) perkebunan Kelapa Sawit saat ini menjadi sorotan publik, karena dampak kehadirannya ditengah - tengah masyarakat bisa menjadi dilema dan merubah sosial masyarakat kedepannya.
Kehadiran PBS Kelapa Sawit dalam memanfaatkan lahan - lahan yang telah diberikan izin baik oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat, tentunya melalui mekanisme yang telah diamanatkan UU.
Lain hal dengan salah satu PBS Kelapa Sawit di Kabupaten Barito Kuala (Batola) Kalimantan Selatan (Kalsel) ini. Diduga PT Anugerah Watindo (PT.WA) telah melantarkan sejumlah kebun plasma milik warga Kecamatan Wana Raya, Batola seluas kurang lebih 1.000 Hektar.
Selain itu juga diduga pihak pengelola Koperasi KUD Mekarti Jaya, tidak bertanggung jawab dalam pengelolaan yang secara aturan administrasi dengan pihak perusahaan PT WA selama ini. Sehingga yang menjadi dampak kerugian yang sangat terasa adalah warga yang memiliki lahan tersebut.
Baca juga:
Hugo Boss - Tailor to the Third Reich
|
"Lahan kami saat ini berupa kebun plasma dengan PT WA terlantar bertahun - tahun, dan parahnya pihak koperasi kami duga tidak bertanggung jawab, " kata Agus, salah satu warga desa Sumber Rahayu, Batola, Kalsel ini menceritakan, Kamis (2/11).
Dikatakannya, bahwa sejumlah warga dari tiga desa, desa Sumber Rahayu, Surya Kantah dan Dwipa Sari, Kecamatan Wana Raya, Kabupaten Batola, Kalsel, ingin keluar dari sistim pengelolaan lahan selama ini.
Dari awal berdirinya kebun Plasma dengan PT. WA, warga tidak pernah mendapatkan kompensasi harga dan hasil dari pengelolaan Koperasi KUD Mekarti Jaya selama ini.
"Sudah 12 tahun ini lahan kami tidak terurus bahkan hasilnya pun tidak pernah kami nikmati, " sebutnya kembali
Baca juga:
8 Aplikasi Jualan Online Tanpa Modal
|
Kebun plasma milik warga tersebut dibangun sejak tahun 2012 hingga 2013, dan sampai saat ini lahan tersebut terlantar tidak terawat baik. Namun yang menjadi perhatian warga adalah saat ini warga memiliki hutang pembangunan kebun plasma tersebut sebesar Rp 80 juta rupiah per hektar, dan sertifikat hak milik sudah digadaikan di Bank untuk pengelolaan lahan tersebut.
Hal itu berdasarkan hasil rapat didesa bersama pengurus Koperasi KUD Mekarti Jaya, yang diketua oleh Sodarmono.
Dari luasan hektar kebun plasma milik warga itu, saat ini ada sekitar 61 hektar yang sudah mulai dibersihkan warga dari semak belukar. Ada sekitar 21 orang yang sudah tergabung mau keluar dari kepengurusan yang dikelola selama ini.
"Saat ini dipanen oleh pihak BUMDES Desa Sumber Rahayu, dan pihak kami tidak mendapatkan hasil dari panen tersebut, " ungkap Agus ini menyampaikan.
Disampaikan kembali, pada saat sejumlah warga sudah membersihkan kebun plasma milik mereka, pihak BUMDES mau mengantikan biaya pembersihan tersebut senilai 5 juta rupiah per hektar dan melarang untuk memanen bahkan untuk memiliki.
Tentunya ini membuat warga merasa keberatan dan mengharapkan agar dalam masalah yang dialaminya ini, bisa ada keadilan dari pihak aparat pemerintah Kabupaten Batola dan pihak Pemprov Kalsel.
Warga mengeluhkan selama 12 tahun terakhir ini, tidak ada etikat baik dari pihak PT WA dan Koperasi KUD Mekarti Jaya dalam memperhatikan hak - hak warga yang memiliki kebun tersebut, baik itu kartu plasma ataupun kontrak lainnya.
"Harapan kami agar kami bisa tidak lagi tergabung dalam kepengurusan yang selama ini, kami seperti diperbodoh karena ketidaktahuan hukum, " tegasnya.
Berdasarkan informasi, untuk mendapatkan haknya kembali. Baik dari PT. WA dan Koperasi KUD Mekarti Jaya, warga sudah memberikan kuasa hukum untuk menggugat di Pengadilan Negeri, hari Senin depan.